I Say “Ich Liebe Dich”



Senin pagi yang mendung dan udara yang terasa cukup menggetarkan tubuh. Namun tidak mengurungkan semangat orang-orang untuk beraktivitas seperti biasanya

 “Hei, kenapa kamu masih disini? Ayo kita ke lapangan upacara, sebentar lagi upacara dimulai” ajak Elang.

Perempuan manis berkacamata, Elin namanya, hanya menggelengkan kepala.

“Maksudnya apa? Kamu tidak mau mengikuti upacara?”

“Nanti saja menyusul” ucap Elin tanpa berpaling dari buku yang sedang dibacanya.

Tiba-tiba, seorang laki-laki tinggi, kurus dan berambut ikal datang memotong pembicaraan mereka.

“Sudahlah Lang, buat apa sih kamu panjang lebar bicara sama dia. Dia hanya anak baru yang jutek.”

Kali ini perkataan Roni mampu membuat Elin sejenak mengalihkan pandangannya kearah Roni. Roni tidak bisa mengartikan arti pandangan Elin terhadapnya. Tetapi itu hanya berlangsung sesaat, Elin kembali membaca bukunya.

Roni semakin kesal dengan sikap Elin.

“Aneh.” ketus Roni

“Ok deh kalau begitu kita duluan, ya,” seperti biasanya Elang selalu bersikap ramah pada semua orang.

Pukul 13.30, anak-anaka SMA Sinar Harapan satu persatu keluar dari gerbang sekolah.

“Tunggu!” teriak Elang

Elin yang merasa ada yang berteriak pada dirinya menolehkan kepala.

“Hei selamat, ya. Nilai ulangan fisika kamu dapat 100,hebat banget.” Kagum Elang

Elin menganggukan kepalanya dan tersenyum kecil, lalu pergi begitu saja dari hadapan Elang.

“Sebentar Elin!” Elin menghentikan langkahnya.

“Boleh tidak aku mengantar kamu pulang?”

“Tidak perlu, rumahku dekat diseberang sana, terima kasih atas tawarannya. Permisi,” Elin tersenyum manis.

Kali ini Elang tidak menahan kepergian perempuan yang mulai dia kagumi ini.

“Terkadang sikapnya yang jutek, tapi terkadang sikapnya juga ramah.

Susah ditebak "ucap Elang dalam hati."

Elang salah satu siswa yang aktif dalam kegiatan sekolah. Terbukti dia menjabat sebagai ketua teater di sekolahnya. Setiap sabtu sore dia dan teman-temannya rutin mengikuti latihan teater. Setiap selesai latihan mereka nongkrong didepan kantin mang Kasmir. Ketika Elang asyik berbincang-bincang dengan teman-temannya, tiba-tiba dia melihat Elin sedang lari sore dilapangan tepat di pinggir kantin mang Kasmir.

“Guys, aku pulang duluan ya. By,” Elang terburu-buru pergi.

“Elaaaang.” teriak Vera degan manja.

“Kamu pulang sendiri saja ya,” balas Elang

Sesampainya di  lapangan tempat Elin lari sore, Elang bergegas duduk dibangku tepat di bawah pohon yang rindang. 20 menit kemudian, Elin juga duduk dibangku itu.

“Kamu ?” Elin bertanya-tanya kenapa Elang ada disana. Elang tersenyum lebar.

“Sudah cantik, pintar, rajin olahraga pula,” puji Elang.

Elin tidak menghiraukan pujian Elang, dengan cueknya dia terus meneguk minumannya. Dengan sikap Elin yang seperi itu, Elang memperhatikan gerak-gerak Elin mulai dari dia minum, membesihkan kacamata dan membenarkan tali sepatunya.

“Aku merasa kamu selalu mengganggu aku,” kata-kata itu keluar dari mulut Elin. Sebuah kalimat yang mengejutkan hati Elang.

“Memang kenapa ?” tanya Elang

“Itu adalah pertanyaan aku. Kenapa?”

Elang memberanikan diri untuk menyampaikan tujuannya.

“Aku ingin berteman denganmu, ingin dekat denganmu.”

Lagi-lagi Elin memberikan reaksi yang bisa membuat orang sebal. Dia beranjak dari tempat duduknya lalu pergi tanpa satu katapun.

“Aku tidak akan pernah menyerah Lin, walaupun kamu begini sama aku. Dan maaf, aku tidak bermaksud menjadi pengganggu di hidup kamu.”

Ada sebuah keyakinan pada diri Elang bahwa dia bisa mendekati Elin.

Setelah selesai mandi, Elin merebahkan tubuhnya di atas kasur. Terlintas dalam pikirannya kejadian tadi sore, pertemuannya dengan Elang. Elin sadar, mungkin sikap dan perkataannya tadi menyakiti hati Elang. Namun dia salut dan kagum dengan sosok laki-laki ini. Disekolah lamanya dulu, jangankan ada yang bersikeras ingin menjadi temannya untuk sekedar kenal dengannya pun tidak ada karena semua teman-teman di sekolahnya dulu mengenal Elin dengan sosok yang jutek, aneh sehingga membuat mereka enggan dekat dengan Elin. Mungkin inilah saatnya dia memulai hidup barunya.

“Hei,” sapa Elin

“Hei juga,” singkat Elang

Elin heran dengan sikap Elang yang sama seperti yang lain.

“Ternyata aku salah menilai kamu,” kesal Elin dan pergi dari hadapan Elang. Tiba-tiba Elang menarik tangan Elin, Elin menoleh.

“1-0. Ha…ha…ha…”

“Oh…jadi kamu ngerjain aku ? Jahat. Ha…ha…ha…”

Mereka tertawa bersama. Terlihat kegembiraan dari keduanya.

Dari sejak saat itulah, Elang dan Elin semakin lama semakin dekat. Mereka mulai sering melakukan aktivitas bersama. Mulai dari belajar bareng, lari sore bareng dan masih banyak lainnya. Suatu hari diam-diam Elin melihat Elang latihan teater. Tiba-tiba  dia melihat disela-sela istirahat, Elang bercanda dengan seorang perempuan yang sering ia lihat di sekolah tetapi ia tidak tahu namanya, dia adalah Vera. Vera dan Elang terlihat sangat akrab dan dekat

“Mungkin itu teman dekatnya dan pengisi hati Elang saai ini,” ucap Elin dalam hati sambil pergi dengan wajah cemberut.

Malam ini Elin dan Elang sudah membuat janji buat karaokean bareng. Tidak terasa mereka sudah menyanyikan 6 buah lagu.

“Haduh laper,” ucap Elang.

“Aku juga. Cari makan yuk !”

“Ayo.”

Mereka makan di cafe yang cukup sederhana tetapi suasananya cukup romantis.

“Lin,sebelum kita pergi dari sini, ada satu hal yang ingin aku sampaikan.”serius Elang

“Apa ?”

“I think I like you and I love you, apakah kamu mau jadi pengisi hatiku?”

“Bukannya sudah ada seseorang yang memiliki hati kamu?”

“Hah? Siapa?” tanya Elang kaget

“Perempuan yang tadi aku lihat digedung teater yang sangat akrab dan dekat denganmu.”

Elang memutar otak untuk mengetahui siapa perempuan yang Elin maksud. Akhirnya Elang tahu siapa perempuan yang Elin maksud.

“Oh dia namanya Vera,” ucap Elang

“Oh jadi pacar kamu namanya Vera ?” jutek Elin

“Ha…ha…ha… ngaco. ”

“Kenapa ngaco?” tanya Ein

“Dia tuh bukan pacar aku, tapi adik sepupu aku. Jangan asal nebak dong,” jelas Elang

“Oh.” singkat Elin terlihat sangat malu.

“Jadi bagaimana?” tanya Elang penasaran.

“Maaf Lang aku harus pergi.”

Elin pergi begitu saja, Elang menghela nafas melihat tingkah Elin yang aneh seperti itu.

***

“Gimana bos sukses ?” tanya Roni kepada Elang yang sedang duduk termenung dibangku taman sekolah.

“Entahlah Ron. Aku tidak habis pikir,” keluh Elang

“Memangnya kenapa? ditolak? Aduh yang sabar ya masih banyak kali cewek yang lebih cantik dari dia di luar sana.”

Elang menggelengkan kepalanya.

“Terus ?”

“Dia tidak menjawab iya ataupun tidak.”

“Waw? kalau cewek bertingkah seperti itu biasanya dia menyatakan iya,” Roni berlaga sok tau.

“Masa sih? Tidak percaya ah.”

“Ya sudah kalau tidak percaya. Yang penting itu pernah terjadi sama aku.”

Elang percaya dengan perkataan Roni.

Seperti biasa Elang menemani Elin untuk melakukan rutinitas lari di sore hari.

“Oh iya Lin, cita cita kamu apa sih?”

“Ada deh.”

“Ayo dong aku kan ingin tahu,” paksa Elang

“Kenapa kamu ingin tahu ?”

“Karena aku itu …” sekejab Elang menghentikan pembicaraan

“Karena aku apa?”

“Eum gak jadi deh.“

Sedikit demi sedikit Elin yang tidak biasa terbuka sama orang, terbiasa terbuka sama Elang tentang dirinya.

“Aku ingin menjadi penulis hebat,” bangga Elin

“Super,” kagum Elang

“Kalau kamu?”

“Sutradara,” jawab Elang

“Emm.”

Reaksi yang tidak diharapkan Elang. Tetapi Elang sudah terbiasa dengan sikap Elin yang masih sering cuek walaupun mereka sudah dekat.

“Lin aku sudah capek. Pulang yuk!”

Elin menganggukan kepalanya

***

Tidak sengaja Rino bertemu dengan Elin yang sedang membaca buku diperpustakaan.

“Hei Lin, rajin banget.” sapa Rino

“Hei juga Rin. Kamu juga jadi rajin keperpus nih. Sejak kapan ?”

“Sejak sekarang. Aku kesini cuman mau melihat someone yang setiap istirahat pasti ada di sini. Seperti kamu ini.”

“Hahaha dasar kamu ini.” Rino duduk disamping Elin.

“Lin ngomong-ngomong selamat ya. ”

“Hah?” Elin tidak mengerti dengan apa yang Rino katakan.

“Kamu sudah resmi jadi pacarnya Elang kan ?”

“ Nggak.” jawab Elin

Tiba tiba petugas perpustakaan menghampiri mereka.

“Hei hei hei,disini bukan tempat ngobrol. Kalau kalian mau ngobrol cari tempat lain.”

“Oh iya maaf Pak. Lin aku duluan ya. Dah ” Rino pergi terburu-buru karena takut dengan tatapan petugas perpustakaan yang menakutkan.

Sudah dua hari berturut-turut Elang tidak masuk sekolah tanpa alasan. Elin dan Rino mencoba menemui Elang dirumahnya, tetapi alangkah kagetnya mereka ketika mendapati rumah Elang yang kosong tidak ada satupan penghuni. Mereka menyangka kalau Elang dan keluarganya sudah pindah dari sana. Terlebih ketika mereka memastikan perkiraannya kepada Vera. Tetepi Vera sama sekali tidak memberitahu kemana Elang pindah.

“Apa kepergiaan Elang penyebabnya adalah aku?” Tanya Elin pada Rino.

“Belum tentu Lin. Memang sih setelah kamu bilang sama aku kalau kamu tidak menerima cinta Elang,saat itu juga aku sampaikan hal itu sama Elang. Aku tau pasti saat itu Elang merasa terluka. Tapi aku yakin penyebab dia pergi itu bukan kamu.”

Elin tidak menanggapi perkataan Rino karena dia tidak bisa menahan air mata yang mengalir deras di pipinya.

6 bulan setelah kepergian Elang. Elin masih belum bisa menghilangkan rasa sedihnya. Seandainya Elang tahu perasaan Elin yang sebenarnya. Dan untuk menghilangkan kesedihannya,setiap hari Elin menuangkan imajinasi-imajinasinya dalam tulisan sampai akhirnya menghasilkan satu buah buku fiksi. Dia tidak menyangka namanya ada dalam salah satu buku best seller tahun ini. Karena Elin berprestasi lewat karyanya, dia mendapat beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya diluar negeri. Beruntungnya,Elin bebas memilih universitas yang ada dimana saja. Dan akhirnya dia memilih salah satu universitas yang terkenal di Jerman. Selain kualitas pendidikannya yang bagus, sewaktu kecil Elin pernah bermimpi tinggal di Jerman. Besok lusa dia harus segera pergi ke Jerman. Tetapi sebelum dia pergi, dia ingin sekali bertemu dengan Elang. Dan dia mencari dimana keberadan Elang sekarang lewat jejaring sosial. Ada satu hal yang membuat dia membelalakan matanya, dia membaca status Elang satu jam yang lalu.

“Dugem malam ini asyik banget,” kata demi kata Elin membaca status Elang.

Elin tidak bisa berkata-kata,hatinya merasa sakit. Dia tidak menyangka Elang bisa berubah 180 derajat. Keinginannya untuk bertemu dengan Elang terkubur sudah.

***

Elin merasa ini suatu mimpi baginya, sekarang dia sudah berada di negeri yang dia dambakan sejak kecil. Baru saja seminggu dia tinggal di Jerman,dia sudah merasa nyaman,dia sangat menyukai tempat tinggal dan sekolahnya yang sekarang. Satu tahun, dua tahun, tiga tahun, empat tahun Elin tinggal di Jerman. Dalam satu minggu ini Elin merasa sangat lelah karena harus segera menyelesaikan skenario untuk suatu Film. Karena film ini adalah film produksi Indonesia yang mengambil setting di Jerman,Elin menjadi orang pilihan untuk membuat skenario film tersebut. Hari ini Elin akan bertemu dengan sutradara film tersebut.

“Mbak, ditunggu mas Elang di ruangannya sekarang juga,” Ucap perempuan muda           

Awalnya Elin kaget setelah mendengar nama Elang, apakah sutradara itu adalah Elang. Tapi Elin berfikir didunia ini banyak sekali yang bernama Elang. Elin melangkahkan kakinya kedalam ruangan sutradara yang benama Elang tersebut.

“Permisi.”

“Silakan masuk.”

Elin bagaikan tersambar petir ketika mengetahui kalau seseorang yang akan menjadi partnernya adalah Elang yang pernah hadir di hidupnya. Tidak ada tindakan lain yang Elin lakukan selain berlari keluar.

“Eliiin.” teriak Elang.

Sudah satu minggu berturut-turut Elang mendatangi tempat tinggal Elin, tetapi seminggu berturut-turut itu juga,Elin menolak untuk bertemu dengan Elang. Kali ini Elang tidak menyerah, dia menunggu di depan rumah Elin seharian, berharap Elin mau menemuinya dan mendengar penjelasannya. Sampai akhirnya, Elin merasa tidak tega, diapun bersedia menemui Elang. Ini kesempatan Elang untuk menjelaskan semuanya. Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Elin, Elang memberanikan diri untuk memulai pembicaraan.

“Elin.” ucap Elang lembut

“Hemmm”

“Apa kabar ?”

“Baik.” singkat Elin

“Aku sudah dengar semua tentang kamu. Kamu memang orang yang paling hebat yang pernah aku temui. Ngomong-ngomong aku kangen banget sama kamu.”

“Aku seperti sedang berbicara dengan orang yang tidak aku kenal.”

“Maksud kamu?”

“Aku tidak kenal sama Elang yang suka dugem.”

“Itu…..” Elang tidak bisa melanjutkan perkataanya.

“Kamu tidak bisa membela diri?”

“Dulu hidup aku hancur, orang tua aku bercerai, dan aku harus ikut ayahku ke Pontianak. Dan rumah aku yang di Bandung di kosongkan,sedangkan ibuku minggat dari rumah entah kemana. Sejak saat itu aku menjadi orang yang suka dugem. Itu adalah hal yang aku lakuin untuk menghilangkan sters ” jelas Elang

“Terus kenapa kamu pergi begitu saja.”

“Aku malu dengan keadaan aku saat itu.”

“ Bukan alasan yang tepat menurut ku.”

“Sudahlah Lin, itu kan masa lalu. Lagi pula aku sangat menyesal.”

“Apakah kamu masih mencintaiku?” tanya Elin serius.

“Sampai kapanpun aku akan selalu menyayangi dan mencintai kamu.

Suasana menjadi hening, dan mereka terbawa suasana. Dekapan Elang menghangatkan tubuh Elin di malam yang sangat dingin.

“I say ich liebe dich,” bisik Elin

Oleh: Sri Maria 
4 Maret 2013

Tidak ada komentar